Karna tugas yang membutuhkan cerpen, akhirnya lahirlah cerpen yang menurut saya banyak typo nya -___-.
Happy Reading ;;)
_________________________________________________________________________________
My Rainbow
"Karena dibalik derasnya hujan, ada sesuatu yang indah setelahnya."
========================================================================
Carissa’s POV
Aku kembali menatap derasnya hujan di depanku.
Mengingatkanku untuk tetap setia menunggu di sini, menunggu janjimu yang tak
kunjung kau tepati.
“Aghaaaa....” aku meneriakkan namanya di tengh hujan
deras itu.
“Hahaa, masihkah kah kau ingat padaku?” tawaku masam
menahan tangis.
Tanpa terasa buliran-buliran bening dari mataku berhasil
keluar dan telah menyatu dengan derasnya hujan itu.
“Still loving me? Aku masih mencintaimu.” Batinku.
Flashback.
“Kamu suka hujan, kan?” Tanya Agha.
“Iya.” Aku menganggukan kepalaku. “Kenapa?” kataku
berbalik tanya.
“Oh, tidak. Aku hanya ingin bermain hujan denganmu. Ayo,
ikut aku!” dia menarik tanganku menuntunku ke tengah hujan seraya tersenyum.
“Pelan-pelan, Gha. Ini licin.”
“Iyaa, Iyaa..” Dia menggenggam tanganku dan kami pun
mulai bergabung dengan derasnya hujan.
“Suka, suka, sukaaa... Aku sangat suka ini, Sayang.” Aku
berteriak layaknya anak kecil.
“Hmmm, Kamu panggil aku “Sayang”, Cha? Aku gak salah
denger kan? Haha..” Dia tertawa dan menyebabkan kedua matanya hilang diantara
seringai tawanya.
“Yak, kau ini.” Aku memukul pelan lengannya.
“Aw, Sakiit sayang..”
“i love you.” Ucapnya tulus.
“Aku juga.” Jawabku sambil tersenyum.
“Huh, aku pasti akan merindukan saat-saat seperti ini.”
Ucapnya.
“Kenapa?” tanyaku bingung.
“Aku pasti merindukanmu, sangat sangat merindukanmu.
Pasti.. Pasti Sayang..”
“Ya, kenapa?” aku kembali bertanya.
“Seandainya aku lulus dalam beasiswa tersebut. Aku pasti
akan pergi ke Singapore, dan pastilah aku akan merindukan saat-saat seperti
ini, terlebih lagi dirimu.”
“Benarkah? Yeee.. Sayangku Hebaat!” aku bertepuk tangan.
“Tapi, kita harus puruskah?” aku berubah murung.
‘’Oh, Tidakk.. aku tak mau.” Jawabnya.
“Benarkah?” aku bertanya.
“Iya, percayalah. Walaupun kita akan berjauhan nantinya.
Percayalah, aku akan selalu menghubungimu. Aku berjanji.!” Dia menatapku lekat.
“Iya, ku tunggu kau kembali dan menepati janjimu.” Aku
tersenyum, lalu dia memelukku, hangat. Seakan tetesan hujan yang dingin itu,
tak terasa lagi.
Flashback end.
“Aku masih menunggu janjimu, Agha Dinar Putra-Ku. I love
you.” Aku bergumam disela-sela tangisku.
“Gha, cepet pulang. Aku masih disini nungguin kamu.
Tepatin janjimu, Gha. Aku kangen kamu. Sungguh!” Aku kembali terisak.
***
Agha’s POV
Hujan. Mengingatkanku pada seseorang di sebrang sana,
yang sangat menyukainya. Gadis itu sangat menyukai hujan. Menurutnya hujan itu menarik, karna di balik hujan akan ada sesuatu yang indah setelahnya.
Aku tak tau, apakah dia masih mengingat janjiku padanya. Mungkin hanya kata 'Maaf' yang bisa ku lontarkan padanya. Maaf karna tak bisa menepati janji itu padanya. janji untuk selalu setia padanya. janji untuk kembali padanya.
"Maaf, Cha." Gumamku tak sadar, sambil menatap jendela apartementku yang sudah dipenuhi bintik-bintik embun sejak tadi.
ddddrtrddrt drrtt drrrt...
Handphoneku bergetar, ku lihat nama yang tertera di layar nya. sambil sedikit tersenyum, aku pun mengangkatnya.
"Aghaaaaa..." Sapa suara gadis riang di telpon itu.
"Hmm.. Kenapa?" jawabku singkat. terdengar sangat acuh mungkin.
"I miss you. Do you Miss me ? I miss you so, dear." Ujarnya dengan logat bahasa inggrisnya yang sangat baik menurutku. Aku berani bertaruh dia pasti mengucapkan kata itu sambil tersipu.
"Oh, iya. Aku juga Cha." Memang tak bisa ku pungkiri aku merindukannya. Tapi seperti yang ku katakan sebelumnya, sepertinya memang aku tak bisa menepati janjiku lagi, di hatiku ini sudah tak ada lagi rasa untuknya.
"Lagi apa, Gha?" tanyanya lagi.
"Hmm. Lagi mau ngerjain tugas nih. Eh, Cha. telponnya ditutup dulu ya. Aku lagi on fire ngerjain tugas nih. Oke Cha? Gapapa ya?" Ujarku berusaha semanis dan sesantai mungkin.
"Oh iya, Gha. Gapapa kok. Semangat yaa.. Byee. Back to Indonesia ASAP!!" Ucapnya sambil memutuskan sambungan telepon.
Huh... Ku tarik nafas dalam-dalam. Lalu ku lemparkan Handphoneku ke atas tempat tidur.
"Arggh. Aduh Cha. kenapa aku bingung buat bilang itu ke kamu sekarang?" Ucapku kesal.
***
Carissa's POV
Seperti biasa, aku baru saja menutup telepon dari nya. Dan seperti biasa pula dia selalu meminta aku menutup telpon itu tanpa ada basa-basi dulu. Setelah satu bulan kepergiaanya ke Singapura, anak itu memang agak berubah menurutku. Dia sudah jarang sekali menghubungiku. Oke, mungkin karna jarak yang cukup jauh antara Jakarta-Singapura, jadi intensitas telepon kami berkurang, setelah itu aku tau dia memang sudah mulai sibuk dengan tugas-tugas mata kuliahnya yang begitu padat, sama sepertiku.
3 bulan berlalu...
Dia sangat jarang menghubungiku. Untuk hanya sekedar mengingatkan ku untuk makan pun sekarang tak pernah. Email? jangan di tanyakan. Kotak masuk di email ku hanya ada beberapa, itu pun hanya email lama darinya. Berubah sekali dia.
Hari ini ku sempatkan untuk menelponnya. Sengaja, karna hari ini adalah tepat satu tahun kami bersama.
"Hallo, Gha." Sapaku seriang mungkin.
"Hallo juga, Cha." jawabnya lembut.
"Happy Anniversary ya Gha."
"Oh. iya." Jawabnya singkat.
'singkat sekali. sangat singkat malah.' batinku.
"Lagi sibuk ya Gha?"
"Iya Cha. Udahan dulu ya."
"Oke deh. Take care dear. Love you." ucapku manis.
"too.." lalu dia memutuskan telponnya.
Lihat? betapa berubahnya dia. tapi aku berusaha meyakinkan diriku. bahwa dia akan menetapi janjinya.
***
Agha's POV
Aku ingin cepat cepat mengakhirinya. Aku tau sekarang, kami hanya berada di tengah-tengah kebohongan yang jelas-jelas aku sendiri yang membuatnya.
"Arggh.." Aku jadi kesal sendiri, setiap aku menginatnya.
Tapi, maaf Cha. Sepertinya kita memang harus berakhir. Aku tak ingin ada kebohongan lagi di antara aku, kamu dan Varisa.
***
Carissa's POV
Hujan kembali turun. Mengingatkanku padanya, terlalu banyak kenangan yang kami ukir bersama.
Triiing..
Ada sebuah email di handphoneku.
Cha, sibuk Gha? Aku mau telpon nih.
isi email itu ku baca dengan penuh senyum, jarang sekali dia yang menelponku. sesegera mungkin aku membalas nya.
Enggak kok. Oke, aku tunggu.
Tak lama kemudian, handphoneku berbunyi dengan senang hati aku mengangkatnya.
"Hallo." Sapaku seperti biasanya.
"Oh, Hallo Cha. Lagi sibuk gak?"
"Oh, nggak Gha. Tumben kamu yang telpon."
"hhe, Pasti mau ngomongin Anniv kita kan? Atau kamu mau pulang ke Indo? Kapan?" ku brondong dia dengan banyak pertanyaan.
"Bukan, Cha. Bukan itu. aku cuma mau ngomongin tentang hubungan kita." katanya terputus.
"Emang ada apa Gha, sama hubungan kita? Hubungan kita baik-baik aja kan?"
"Hmmm, gimana ya Cha. Aku cuma mau bilang. aku gak tega liat kamu kalo kek gini terus. Aku gak tega ngeliat kamu nungguin kabar dari aku terus. Aku gak mau liat kamu kek itu."
"Oh, jadi kamu maunya kita gimana?" suaraku bergetar, menahan tangis.
"Kita putus ya?" katanya.
"Oh, iya." Aku langsung memutuskan telpon tanpa mendengar penjelasan dia berikutnya.
'Aku tak boleh menangis. Dia yang meminta, dan aku tak boleh menangis.' ucapku dalam hati. Tapi tanpa terasa, bulir-bulir bening dari mata ku sudah mulai keluar dengan sendirinya.
***
Sudah hampir 2 bulan kami putus. Dan hari ini dia menghubungiku hanya untuk mengajakku bertemu. Aku menyanggupinya, karna memang hanya untuk bertemu sebagai teman. Dan dia pun berkata kalau akan ada orang lain juga di sana. bukan hanya kami berdua.
"Hai Cha. Apa kabar?" sapanya ketika aku menghampirinya. dan jelas saja, seperti katanya tadi akan ada orang lain. aku jelas melihat seorang gadis cantik berambut panjang yang duduk di sampingnya.
Seulas senyum terukir dibibirku.
"Baik Gha. Amat sangat baik. Kamu?" tanyaku balik padanya.
"Seperti yang kamu lihat. aku baik-baik saja." katanya sambil tersenyum.
"Oh iya. keliatan jelas." aku kembali tersenyum.
"Oh, iya Cha. Ini Varisa." lalu gadis yang dikenalkan Agha tadi mengulurkan tangannya, aku pun menautnya.
"Carissa." Ujarku.
"Varisa" Jawabnya lembut.
"Pacar kamu?" Tanyaku pada Agha.
Agha menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan.
"Ayo keluar, Cha. Hujan tuh. Mungkin bentar lagi muncul sesuatu yang indah di langit sana." Ajak Agha.
"Masih tetep suka Hujan kah, Cha?" tanyanya lagi.
Aku menganggukan kepala tanda menyetujui. "Iya, karna terlalu banyak kenangan ku bersama Hujan."
"Maaf." Katanya sambil menarik tanganku setelah mendapat anggukan persetujuan dari Varisa.
Dia mengajakku ke balkon cafe itu.
"Maaf" Ujarnya sekali lagi.
"Yaaa. Aku Bahgia kalo kamu bahagia. karena sekarang aku melihatmu menemukan pelangimu di saat hujan. Dan aku percaya suatu saat nanti, aku akan jadi pelangi di hati yang lain." Aku menatap hujan, lalu seulas senyuman terukir di wajahku.
-the end-